Fientje De Feniks |
Wanita Indo itu ternyata pula adalah seorang pelacur (wts), penghuni sebuah rumah pelacuran, yang dimiliki oleh seorang germo bernama Umar. "Kadapol" Kolonial Belanda untuk "Kodak" Batavia waktu itu adalah Komisaris Kepala Toen Ruempol. Ia dan anak buahnya kerja keras memecahkan misteri mayat wts blasteran dalam karung ini. Dari pemeriksaan mayat jelas ketahuan bahwa wanita Indo ini tewas dicekik.
Umar sebagai germo yang menganakbuahi wts blasteran bernama Fientje De Feniks ini, diperiksa oleh Komisaris Reumpol. Dari Pengakuan Umar, terlibat seorang "tuan besar" (pejabat) bernama Gemser Brinkman. Meneer Brinkman cukup terkenal di kalangan sositet Belanda, karena dia adalah anggota sositet Concordia, yang sekarang masih diingat dengan nama gedung Harmonie.
Komisaris Ruempol dan anggota polisi Batavia di TKP |
Menurut Raonah, ketika peristiwa itu terjadi ia kebetulan sedang berada di belakang rumah pelacuran milik Umar. Ia mendengar suara gaduh. Raonah segera mengintip dari balik celah pohon bambu. Dari situ dia lihat bahwa yang gaduh adalah Tuan Brinkman dengan Fientje. Tuan Brinkman lantas mencekik Fientje, sehingga tewas.
Brinkman membantah kesaksian Raonah. Mungkin karena ia yakin bahwa keterangan seorang wts pribumi tidak ada artinya buat dirinya, yang merupakana tuan besar itu. Brinkman juga yakin bahwa, sekiranya dia yang membunuh Fientje, juga tidak mungkin dirinya seorang tuan besar Belanda bisa dikenakan hukuman karena membunuh seorang pelacur Indo!
Namun pengadilan berpendapat lain. Brinkman dinyatakan bersalah, dengan ancaman hukuman mati! Menyadari hukuman ini, Tuan Brinkman jadi panik. Ia baru buka rahasia. Tapi ada yang diungkap selanjutnya, tetapi tetap tidak bisa membebaskannya. Menyadari hal ini, Tuan Brinkman malah berubah histeris, lalu berbuat kalap. Ia bunuh diri dalam sel tahanannya.
Pak Silun (tengah) dan anak buahnya |
Menurut cerita-cerita belakangan, Pak Silun menyesal sekali. Menyesal bukan karena ia tertangkap, tapi dia begitu menyesal karena untuk melakukan pembunuhan ini, dia baru menerima pembayaran berupa "persekot" saja. Untuk minta bayaran sisanya lagi, Tuan Brinkman sudah keburu mati.
by. Salman P
dikutip dari buku Jakarta Tempo Doeloe ~ Abdul Hakim
No comments:
Post a Comment